Ketua LIRA Sultra Desak DKPP Segera Sidangkan Kasus Dugaan Penggelembungan Suara di Konawe, Libatkan KPU dan Bawaslu
KENDARI : TRIASPOLITIKA.ID – Sidang terkait dugaan pelanggaran kode etik oleh oknum komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara (Sultra), terkait dugaan penggelembungan suara pada Pemilihan Umum (Pemilu) Calon Legislatif (Pileg), kembali mendapat sorotan.
Sorotan tersebut datang dari Ketua DPW Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Sultra, Karmin, S.H., yang mendesak Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Republik Indonesia (DKPP RI) agar segera menyidangkan kasus dugaan pelanggaran kode etik yang melibatkan dua komisioner KPU, serta menyeret Ketua dan satu anggota Bawaslu Konawe.
Menurut Karmin, masyarakat sangat menantikan proses penyelesaian dugaan pelanggaran kode etik tersebut, terutama karena saat ini tengah memasuki tahapan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
“Kasus ini sudah cukup lama bergulir di DKPP, kalau tidak salah sejak Mei lalu, namun hingga saat ini belum ada kejelasan kapan sidangnya akan digelar. Kami, sebagai masyarakat Konawe, sangat menantikan proses kasus ini,” ujar Karmin kepada media ini, Rabu (25/9/2024).
Karmin menyatakan kekhawatirannya jika dugaan pelanggaran kode etik tersebut terbukti benar, terutama terkait dugaan penggelembungan suara. Ia berharap agar hal serupa tidak terulang pada Pilkada Konawe.
“Jika tidak salah, kasus ini sudah memasuki empat bulan sejak dilaporkan ke DKPP, namun hingga kini belum ada tanda-tanda sidang akan dilaksanakan. Ada apa? Mengapa prosesnya begitu lambat?” cetus Karmin, menyatakan ketidakpercayaannya terhadap DKPP.
Karmin pun mendesak DKPP agar segera menyidangkan kasus ini, sehingga masyarakat dapat merasa tenang dalam proses pelaksanaan Pilkada. Jika terbukti, kasus penggelembungan suara ini dapat menjadi preseden buruk dan menciptakan krisis kepercayaan terhadap penyelenggara pemilu saat ini.
“Kami berharap DKPP segera memproses sidang dugaan pelanggaran etik ini. Dugaan pelanggaran ini sangat serius karena ada indikasi penggelembungan suara pada Pileg lalu, dan bagi saya itu adalah tindakan yang sangat berani jika terbukti,” ujarnya.
Saat ini, masyarakat khususnya di Konawe sangat berharap Pilkada dapat berjalan dengan baik, tanpa adanya pelanggaran etik, serta dilaksanakan dengan integritas, kejujuran, dan keadilan.
“Jika benar terbukti, kami meminta DKPP memecat oknum penyelenggara yang mencederai proses demokrasi ini, karena sudah mencoreng nama baik lembaga penyelenggara pemilu,” pungkasnya.
Sementara itu, ketika media ini mencoba menghubungi DKPP RI melalui call center di nomor 1500101, mereka menyampaikan bahwa kasus tersebut masih dalam proses penjadwalan sidang.
“Terkait jadwal yang lebih jelas, bisa dicek di website DKPP, bapak,” kata Nova, salah satu staf call center DKPP RI.
Nova menjelaskan bahwa DKPP belum bisa memberikan informasi lebih lanjut terkait proses laporan dugaan pelanggaran etik oknum penyelenggara Pemilu di Konawe.
“Kami belum dapat memberikan informasi lebih lanjut terkait jadwal sidangnya, karena saat ini masih dalam tahap penjadwalan,” jelasnya.
Ketika diminta kontak humas DKPP, Nova menambahkan bahwa komunikasi dengan DKPP saat ini hanya melalui saluran call center.
“Untuk lebih jelasnya, bapak bisa menunggu prosesnya dan memantau melalui website DKPP,” ujar Nova.
Sebagai informasi, kasus dugaan pelanggaran kode etik yang melibatkan komisioner KPU dan Bawaslu Konawe pertama kali dilaporkan oleh mantan komisioner KPU Konawe, Muhammad Kahfi Surahman, ST, pada Mei 2024 dengan tanda terima pengaduan nomor 287/13-27/SET-02/2024.
Berdasarkan hasil verifikasi administrasi, DKPP menyatakan bahwa laporan tersebut memenuhi syarat (MS) pada 31 Mei 2024. Selanjutnya, pada 10 Juli 2024, hasil verifikasi materiel juga dinyatakan memenuhi syarat. Namun, hingga akhir September 2024, jadwal sidang atas dugaan pelanggaran kode etik tersebut belum juga diumumkan.
Redaksi