Persepsi Konstituen Terhadap Calon Kepala Daerah
Oleh: La Nesa
Penulis : Alumnus Pasca Psikologi Universitas Padjadjaran Bandung
Menjelang pemilihan kepala daerah secara serentak pada 9 Desember 2020 mendatang, berbagai cara dilakukan oleh para tim sukses untuk menarik simpati dan dukungan konstituen terhadap calon kepala daerah yang diusung, seperti memasang baliho disudut jalan, stiker di mobil, kalender, dan kegiatan sosial-kemasyarakatan. Tujuannya, agar sosok calon kepala daerah yang dijagokan dapat dipersepsi positif dan dipilih saat pencoblosan nanti.
Bila persepsi konstituen positif terhadap calon kepala daerah, maka simpati dan dukungan menjadi besar, kedekatan dan keakraban semakin tinggi, dan komitmen untuk tetap bersama terjaga, sebaliknya, kalau konstituen cenderung mempersepsikan negatif maka terjadi penolakan terhadap apa yang dikatakan atau lakukan calon kepala daerah itu dan dukungan pun semakin rendah.
Dalam disiplin ilmu psikologi politik dijelaskan bahwa persepsi konstituen dalam menanggapi informasi tentang calon kepala daerah didasarkan pada keyakinan, sikap, dan nilai-nilai yang dimiliki. Keyakinan yang dimaksudkan adalah pernyataan yang dipersepsi benar. Setiap konstituen memiliki suatu sistem keyakinan (belief systems) berfungsi sebagai penyaring berbagai rangsangan yang menerpa dirinya. Informasi apapun tentang calon kepala daerah ketika masuk dalam benak konstituen akan mengalami proses filterisasi. Dengan demikian, dapat dikatakan tidak ada tanggapan yang keluar dari diri konstituen terhadap suatu pesan tentang calon kepala daerah tanpa terlebih dahulu dikonfrontasikan dengan sistem keyakinan yang dimilikinya. Ketika keyakinan konstituen meyakini kebenaran pesan tersebut, maka dukungan akan semakin besar, sebaliknya jika pesan itu diyakini tidak benar, maka penolakan terjadi.
Selanjutnya, sikap merupakan kecenderungan untuk bertindak terhadap rangsangan atau pesan yang ada. Manifestasi sikap dapat dilihat dari interelasi komponen kognitif, afektif, dan psikomotor. Komponen kognitif adalah pengetahuan atau informasi tentang performance calon kepala daerah. Dari pengetahuan ini konstituen menilai sosok calon kepala daerah dalam kategori kompeten atau tidak kompeten, baik atau buruk, aktif atau pasif dan seterusnya.
Komponen afektif berhubungan dengan perasaan senang dan tidak senang konstituen terhadap calon kepala daerah, sifatnya evaluatif berhubungan erat dengan nilai-nilai kehidupan dan kebudayaan yang dianut calon kepala daerah tersebut. Dan komponen psikomotor merupakan kesiapan konstituen untuk bertingkah laku mendekati/bersama-sama dengan calon kepala daerah itu atau menjauhi dan menghindar darinya. Hal ini dipengaruhi oleh informasi dan pengalaman konstituen terhadap performance calon kepala daerah pada suatu peristiwa dan setting sosial.
Sedangkan nilai adalah sesuatu yang ideal dikehendaki baik secara personal maupun sosial. Nilai membimbing perilaku konstituen pada sesuatu yang mulia dan diyakini menjadi tujuan akhir tindakan. Nilai dikelompokkan menjadi dua yakni terminal values berkaitan dengan ukuran dan tujuan akhir yang dijadikan dasar dari eksistensi calon kepala daerah, seperti keadilan, kebebasan,kesejahteraan, dan persamaan. Dan instrumental values berkaitan dengan cara bertindak calon kepala daerah yang diharapkan oleh konstituen, meliputi kerja keras, percaya diri, sopan santun, terbuka, logis, kejujuran hingga kemauan untuk memaafkan.
Ada dua pendekatan psikologi yang digunakan konstituen dalam mempersepsikan calon kepala daerah menjelang pemilukada yaitu:
1.Melalui pemrosesan informasi sosial; kompleksnya karakteristik psikologi dan situasi sosial yang dilakoni calon kepala daerah mendorong konstituen untuk selektif dengan apa yang diperhatikan, pelajari dan ingat. Biasanya untuk mempermudah dan mempercepat pemrosesan informasi sosial tentang calon kepala daerah, konstituen menggunakan skema untuk menggambarkan bagaimana informasi sosial dipersepsi dan diorganisasikan secara selektif dalam ingatan. Informasi sosial itu berisi tentang tipikal atau karakteristik calon kepala daerah, kategori peran sosial calon kepala daerah selama ini, dan pengetahuan tentang tipe urutan kejadian atau situasi sosial yang ditampilkan calon kepala daerah yang memberi kesan positif. Skema ini sangat membantu dalam memahami dan mengingat peristiwa atau kejadian yang pernah dilakoni calon kepala daerah. Skema dapat mempersingkat atau memotong proses mental menjadi lebih pendek. Melalui cara ini, konstituen mudah untuk meminta atau memanggil informasi yang relevan dalam menyatakan dukungan pada salah satu calon kepala daerah.
2.Atribusi; konstituen secara konstan berusaha untuk memahami performance calon kepala daerah melalui media cetak, TV, radio dan lainnya. Disini terjadi suatu atribusi yaitu penalaran atau pemahaman kausal terhadap eksistensi calon kepala daerah. Konstituen menginterpretasi calon kepala daerah dengan menggunakan prinsip-prinsip kausal naluriah dan comonsense psikologi dalam memutuskan apakah performance calon kepala daerah diatribusikan pada faktor disposisi internal atau kekuatan lingkungan. Disposisi internal yang dimaksud adalah performance yang ditampilkan merupakan karakteristik objektif dirinya berupa kemampuan (ability), power, dan usaha positif yang ditunjukan calon kepala daerah. Dan kekuatan lingkungan merupakan setting sosial calon kepala daerah untuk mempresentasikan kekuatan/kelemahan dirinya. Jika performance calon kepala daerah dipersepsi menyenangkan atau menguntungkan, maka konstituen akan membuat atribusi disposisional positif terhadap calon tersebut, sebaliknya jika tidak sesuai dengan peran sosial, ekstrim, atau secara sosial tidak diinginkan atau tidak konsisten dengan penampilan yang terdahulu maka konstituen akan membuat atribusi disposisional negatif . Dengan demikian performance calon kepala daerah akan menimbulkan efek khusus dan lebih mempermudah inferensi.
Kemudian, konstituen akan mengambil kesimpulan tentang calon kepala daerah dengan menggunakan prinsip kovariasi, yaitu pengaruh yang ada diatribusikan kepada kondisi yang ada. Lebih jauh dijelaskan bahwa konstituen menggunakan informasi tambahan dalam mempertimbangkan atribusi kausal. Ada tiga jenis informasi digunakan konstituen untuk sampai pada atribusi kausal, yaitu calon kepala daerah, situasi dimana kejadian atau peristiwa berlangsung (waktu, modalitas, lingkungan tertentu) dan stimulus (objek yang menjadi sasaran calon kepala daerah). Dengan demikian konstituen akan menganalisa data (pada calon kepala daerah, situasi, dan faktor stimulus) dan mencari pada dimensi-dimensi yang mana variasi terjadi. Oleh karena itu, konstituen akan menganalisis kekhususan (distinctiveness) tentang calon kepala daerah, apakah berbeda dalam situasi lain ataukah sama pada kesempatan lain.
Jadi, dapat dikatakan bahwa persepsi konstituen lahir dan lebih difokuskan pada performance calon kepala daerah, baik menyangkut karakteristik objektif dirinya maupun kekuatan lingkungan hasil setting sosial. Ketika performance calon kepala daerah dipersepsi menyenangkan atau menguntungkan, maka keakraban, simpati dan dukungan konstituen semakin besar, sebaliknya, jika tidak sesuai dengan peran sosial, ekstrim, atau secara sosial tidak diinginkan maka terjadi penolakan dan dukungan pun semakin rendah.