Konsorsium NGO Konawe Sebut, PT Wika dan PT HK Langgar Sejumlah Regulasi
UNAAHA, TRIASPOLITIKA.ID – Kosorsium Non Governmental Organization (NGO) Konawe, menuding PT. Wijaya Karya (Wika) dan PT. Hutama Karya (HK) langgar regulasi selama menjalankan aktifitas pembangunan waduk Ameroro yang masuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) di Sulawesi Tenggara (Sultra).
Sekretaris Jenderal Projamin Sultra Hendriawan Muhtar mengungkapkan, bahwasanya terdapat beberapa kegiatan yang diduga melanggar regulasi pada proyek pengerjaan Waduk Ameroro.
Berdasarkan hasil investigasi konsorsium NGO Konawe, mereka menemukan salah satu pelanggaran yang dilakukan oleh PT. WIKA, yaitu terkait pengambilan material pasir di dalam sungai wilayah Ameroro, dengan cara sembunyi- sembunyi.
“Proyek Pembangunan Waduk Ameroro yang menelan Anggaran Rp1,5 Triliun Merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN). Semestinya harus mengedepankan regulasi yang ada, serta berwawasan Ekologis,” ujar Hendryawan Muhctar, Jumat, (01/04/2022).
Bukan berarti PSN kata dia, lantas semau maunya untuk melakukan tindakan di lapangan, tanpa memperhatikan peraturan yang ada.
Selama beroperasi di Konawe, kata Hendryawan, kedua perusahaan tersebut diduga telah menggunakan jalan umum kabupaten dan jalan usaha tani di desa Tamesandi dalam mobilisasi material waduk Ameroro tanpa izin.
“Kami juga menduga, PT. Wika dan PT. HK belum mengantongi izin penggunaan jalan atau dispensasi dari dinas PU Konawe sebagaimana yang di atur dalam UU No.38 tahun 2004, serta Permen PUPR No 20 tahun 2010, yang dimana sangat jelas dalam penjelasanya terkait penggunaan jalan umum,” ungkapnya.
Sementara itu, Sekwil DPD Lipan Sultra, Jasmilu mengatakan, PT. Wika dan PT. HK juga di duga tidak lakukan perifikasi administrasi terhadap Kerja Sama Operasi (KSO) atau mitra kerja.
Sebab kata Dia, dari beberapa KSO yang terdaftar dalam mitra kerja PT WIKA dan PT HK hampir rata-rata tidak mengantongi dokumen tambang galian C bahkan dugaan mereka terdapat KSO yang lakukan pengerukan material di wilayah hutan konservasi yang berada di desa Unggulino, Puriala.
“Kami menduga, PT. WIKA serta PT. HK, selaku pemenang Tender pembangunan Waduk Ameroro dengan mempihak ketigakan atau menunjuk KSO sebagai mitra kerja,” kata Jasmilu.
Jasmilu menilai kedua perusahaan itu seolah-olah cuci tangan dari permasalahan di lapangan terkait izin-izin perusahaan yang ikut penyuplai material batu dan pasir.
“Yang kami duga berdasarkan hasil pantauan kami, bahwa hampir semua tidak memiliki dokumen yang resmi. Bahkan ada salah satu penyuplai batu yang terindikasi melakukan penambangan di wilayah hutan konservasi, yakni di Kecamatan Puriala, Fesa Unggulino,” kata Jasmilu.
Terkait persolan material tambang galian C, pihaknya meminta kepada Aparat Penegak Hukum (APH) untuk menindak lanjuti hal tersebut, sebab kegiatan itu telah melawan hukum.
“Kami melihat ada terjadi pembiaran terkait penambangan atau pengelolaan batu dan pasir yang tidak jelas dokumnya mestinya secara tegas aparat penegak hukum (APH) harus menindak tegas adanya persoalan tersebut bukan untuk membiarkan, sehingga menjadi bias ditingkatan sosial,” terang Jasmilu.
Sebelumnya, konsorsium NGO Konawe lakukan aksi unjuk rasa di depan dewan Konawe dan berlanjut di jalan hauling waduk Ameroro. Namun baik anggota Dewan Konawe maupun PT Wika dan PT HK tidak satupun perwakilan perusahan menemui masa aksi demikian dari anggota dewan Konawe.
Usai lakukan orasinya di dua tempat itu, konsorsium NGO konawe bergerak ke polres konawe untuk menyampaikan laporan pelanggaran yang di duga di lakukan PT Wika dan PT HK.
Reporter: Utha