Kejari gandeng BPK dan Tim Ahli Lakukan Pemeriksaan Bandara Kolut
KOLUT, TRIASPOLITIKA.ID – Kejaksaan Negeri (Kejari) Kolaka Utara (Kolut), Sulawesi Tenggara kembali melakukan penyelidikan terkait kasus korupsi Bandara Kolut.
Kali ini, Kejaksaan menggandeng BPK RI bersama tim ahli dari Politeknik Bandung untuk melakukan pemeriksaan fisik Bandara, Senin (7/8/2023).
Pemeriksaan tersebut turut menghadirkan tiga tersangka beserta kuasa hukum masing-masing.
Penyidik Kejaksaan Kolut, Suprison mengungkapkan, pemeriksaan tersebut merupakan tindak lanjut setelah penetapan tersangka kasus korupsi pematang pembangunan bandara.
“Kami membawa beberapa tim untuk melakukan pemeriksaan fisik bandara,” ungkap Suprison di hadapan sejumlah awak media.
Kata dia, pemeriksaan kali ini, tim mengambil beberapa titik untuk dilakukan pengukuran kedalaman timbunan, panjang sip file, serta ketahanan secara fisik.
“Kami akan mengunakan alat untuk mengukur beberapa titik dengan cara bor. Nantinya hasil dari pemeriksaan akan dibawa ke Laboratorium,” katanya.
Ditanya soal kerugian negara Rp7,7 milyar yang menjerat ke tiga tersangka, Suprison enggang memberikan komentar.
“Itu menjadi materi dan nanti kami akan sampaikan saat kasus ini sudah masuk ke pengadilan,” kata Suprison.
Kuasa hukum dari para tersangka, Abdul Razak mempertanyakan kehadiran tim audit BPK dan Tim teknis dari politeknik negeri bandung. Padahal menurut Abdul Razak, pihak BPKP sebelumnya telah mengeluarkan hasil rekomendasi. Saat di audit, BPKP hanya menemukan kerugian sebesar Rp700 juta.
“Para tersangka kemudian diminta untuk dikembalikan ke kas daerah dan mereka sudah mengembalikan,” kata Abdul Razak.
Namun lanjut Abdul Razak, setelah beberapa waktu kemudian, BPK kembali merilis hasil temuan sebesar Rp 7,7 milyar tanpa ada konfirmasi kepada para tersangka.
“Apakah hasil audit BPK yang menemukan Rp700 juta itu salah? sehingga lagi-lagi tim penyidik meminta kembali tim audit BPK bersama tim ahli untuk melakukan pemeriksaan fisik yang sudah kesekian kalinya,” terangnya.
Sementara salah satu tersangka, Jamaluddin yang juga penyedia barang meminta kepada para tim pemeriksa untuk kembali mengkaji soal temuan sebesar Rp7,7 Milyar.
Menurut Jamaluddin, masa kontrak kerja selesai pada bulan Mei 2022 namun masih dilakukan pemeriksaan.
“Interval waktu antara PHO dan FHO itu sudah diukur oleh konsultan dan BPKP dan itu sudah ada LHPnya dari BPKP Sultra. Kami pikir LHP nya menjadi dasar kejaksaan menetapkan kami tersangka tanpa ada konfirmasi,” keluh Jamaluddin.
“Kami hanya minta klarifikasi kepada pihak BPK soal temuan Rp7,7 Milyar yang mereka anggap di korupsi,” pungkasnya.
Reporter : Fyan