Kebijakan Politik di 2021 Harus Utamakan Aspek Kemanusiaan
JAKARTA, TP – Kebijakan-kebijakan yang diambil pemangku kepentingan pada tahun 2021 ini harus mampu meninggikan derajat kemanusiaan, agar krisis multidimensi bisa segera diatasi.
“Dalam suasana optimisme kehadiran vaksin Covid-19, kebijakan politik dan ekonomi pada tahun ini harus mengedepankan aspek kemanusiaan,” kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat saat membuka Forum Diskusi Denpasar 12 secara daring bertema Asa Politik Indonesia 2021, Rabu (6/1).
Diskusi yang dimoderatori Atang Irawan (Staf Khusus Wakil Ketua MPR RI, Koordinator Bidang Penyerapan Aspirasi Masyarakat dan Daerah) itu menghadirkan Willy Aditya (Wakil Ketua Badan Legislasi/anggota Komisi 1 DPR RI), Arya Fernandes (Department of Politics and International Relations, CSIS), Robikin Emhas (Ketua PBNU Bidang Hukum, HAM dan Perundang-undangan ), dan Titi Anggraini (Dewan Pembina Perludem) sebagai narasumber.
Selain itu, juga menghadirkan Suyoto (Ketua DPP Partai NasDem Korbid Kebijakan Publik dan Isu Strategis) dan Gaudensius Suhardi (Direktur Pemberitaan Media Indonesia) sebagai penanggap.
Menurut Lestari, kenyataan yang terjadi pada 2020 seperti tren generasi muda yang terpapar radikalisme, berkembangnya organisasi antinilai-nilai kebangsaan, harus menjadi pertimbangan utama dalam membuat kebijakan di tahun ini.
Di samping itu, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, kebijakan pemerintah dalam mengendalikan penyebaran Covid-19 di Tanah Air juga harus terus ditingkatkan.
Dalam menghadapi kondisi tersebut, Legislator yang juga anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu menegaskan, para pemangku kepentingan harus mengedepankan mindfulness dan compassionate leadership agar mampu membawa masyarakat keluar dari situasi sulit.
Sedangkan Willy Aditya berpendapat, tahun 2021 merupakan tahun meningkatnya harapan pada sektor politik. Upaya menerapkan skema untuk mematangkan demokrasi di Indonesia harus dilakukan terus menerus lewat peningkatan parliamentary dan presidential threshold.
Selain itu, jelas Willy, lembaga MPR memiliki peran krusial pada proses politik lewat gelaran dialog kebangsaan dalam rangka meningkatkan kualitas demokrasi.
Menyikapi kondisi politik tahun ini, Robikin Emhas mengatakan, sepanjang seluruh elemen memegang teguh konsensus kebangsaan, Indonesia akan tetap eksis.
Setidaknya, jelas Robikin, ada dua momentum yang mencetuskan konsensus kebangsaan yaitu Sumpah Pemuda pada 1928 yang secara luar biasa menjadikan beragam perbedaan menjadi satu kekuatan.
Selain itu, momentum Proklamasi Kemerdekaan pada 1945 yang menyatakan kita sebagai bangsa yang beragam suku bangsa yang merdeka.
Ketika saat ini politik identitas dimanfaatkan sekelompok orang, kata Ketua PBNU Bidang Hukum, HAM dan Perundang-undangan itu, bangsa ini kembali berpegang pada jati diri bangsa sebagai salah satu cara untuk menekan efek dari politik identitas.
Karena, tambah dia, bila politik identitas berkembang akan menyebabkan merenggangnya kohesivitas kebangsaan kita.
Agama, menurut Robikin, harus diletakkan sebagai sumber inspirasi dalam menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kepala Department of Politics and International Relations CSIS, Arya Fernandes menilai kondisi tahun ini yang masih diwarnai pengendalian penyebaran virus korona, bisa dimanfaatkan para politisi untuk mengkampanyekan pentingnya manfaat vaksin Covid-19, agar vaksinasi Covid-19 dapat dilaksanakan dengan baik.
Selain itu, agar proses politik bisa bermanfaat secara signifikan pada kehidupan masyarakat, kata Arya, perlu diberlakukan standarisasi kecakapan dalam memimpin bagi kepala daerah terpilih.
“Karena bila kepala daerah tidak cakap atau tidak kompeten, akan sangat sulit mengelola berbagai potensi daerah yang ada,” ujar Arya.
Sementara itu Dewan Pembina Perludem, Titi Anggraini menilai, partisipasi politik masyarakat dan loyalitas pemilih yang meningkat dalam pilkada, merupakan bagian dari harapan yang baik di bidang politik tahun ini.
Pada posisi ini, jelas Titi, partai politik dan MPR sebagai lembaga negara, memiliki peran yang krusial dalam proses peningkatan partisipasi masyarakat yang lebih substantif dalam pemilu.
Titi berharap loyalitas pemilih yang terbentuk dalam proses pemilu, dapat ditransformasikan sebagai loyalitas terhadap pemimpin dalam melaksanakan sejumlah upaya pembangunan.
Laporan: Tim triaspolitika.id