JAMAN Morowali Temukan Sejumlah Kejanggalan Tersus PT Tiran
KENDARI, TRIASPOLITKA.ID – JAMAN Morowali mengklaim menemukan sejumlah kejangalan terhadap Terminal Khusus (Tersus), atau Jetti milik PT Tiran Indonesia yang terletak di Desa Matarape, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah (Sulteng).
Menurut JAMAN Morowali, hingga saat ini Tersus milik perusahaan pertambangan PT Tiran masih menuai polemik.
- Rekomendasi Penghentian Aktivitas
Pemerintah Daerah Kabupaten Morowali telah melayangkan surat kepada perusahaan milik mantan menteri Jokowi itu. Salah satu isi dalam surat tersebut menegaskan agar perusahaan pertambangan itu, segera menghentikan aktivitasnya serta menutup jetty miliknya.
Tidak hanya itu, DPRD Morowali juga telah menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) untuk menyikapi segala polemik yang ada ditubuh PT Tiran.
Namun lagi-lagi rekomendasi yang dikeluarkan Pemda Morowali, serta keputusan rapat dengar pendapat yang dilakukan Legislatif Morowali hanya sia-sia. Hal itu dibuktikan dengan masih beraktivitasnya perusahaan tersebut hingga saat ini.
- Revisi Tapal Batas Morowali – Kabupaten Konawe Utara
Tersiar kabar terbaru, Bupati Konawe Utara Ruksamin, telah melayangkan surat jitu pada 9 Mei 2022 yang ditujukan kepada Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia (Kemendagri).
Surat itu berisikan permohonan revisi tapal batas antara Kabupaten Morowali di Provinsi Sulawesi Tengah dan Kabupaten Konawe Utara di Provinsi Sulawesi Tenggara.
Revisi tapal batas itu bahkan dinilai sebagai syarat perlindungan terhadap investasi yang dilakukan PT Tiran saat ini.
Langka Ruksamin kemudian mendapat kritikan dari JAMAN Morowali. Menurut mereka, langkah Bupati Konawe Utara itu, merupakan langkah nekat yang justru tidak menghargai kesepakatan antar kedua provinsi yang telah melahirkan Permendagri Nomor 45 Tahun 2010 tentang batas Daerah Provinsi Sulawesi Tengah dengan Provinsi Sulawesi Tenggara.
“Soal batas wilayah itu sudah jelas aturannya pada Permendagri nomor 45. Permendagri itu tidak keluar begitu saja, tapi melalui proses serta perdebatan yang panjang,” kata ketua JAMAN Morowali, Ikhsan Arisandhy.
Kata Ikhsan, jika karena alasan melindungi Investasi, sehingga memohon untuk perubahan tapal batas wilayah terlalu dipaksakan serta terlalu nekat.
Menurutnya, Pemerintah Morowali juga bisa memberikan perlindungan terhadap investasi yang ada di wilayahnya. ”Silahkan cek berapa nilai investasi resmi yang ada di Morowali, apakah ada masalah?,” ujarnya.
- Kejanggalan pada Proses Penerbitan Izin
Mantan Ketua LMND Kendari itu, megatakan jika pihaknya telah banyak mengumpulkan serta mengkaji beberapa dokumen terkait izin tersus yang saat ini dimiliki dan dijadikan dasar oleh PT Tiran.
Pada faktanya, mereka menemukan beberapa kejanggalan dalam proses terbitnya izin yang dimaksud.
“Sudah ada beberapa dokumen yang kami miliki dan tengah dalam proses pengkajian. Kami lakukan juga dengan sangat hati-hati. Karena ini menyangkut dokumen-dokumen yang secara resmi diterbitkan oleh institusi negara. Baik daerah maupun pusat,” ujar dia.
Dari beberapa kejanggalan yang ditemukan, kata Putra asli Desa Moahino, Kecamatan Wita Ponda, Morowali ini, yang paling mencolok yaitu adanya ketidak sesuaian antara penyebutan nama tempat.
Pada nama tempat ditulis Desa Lameruru, Kecamatan Langgikima, Kabupaten Konawe Utara. Sulawesi Tenggara. Namun pada titik koordinat wilayah tersebut masuk di wilayah Desa Matarape, Kecamatan Menui Kepulauan Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah.
“Kemudian diatas lokasi tersebut telah terbit sertipikat hak milik yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional Konawe Utara. Ini sangat aneh, wilayah Desa Matarape itu Morowali, tapi sertipikatnya justru dikeluarkan oleh BPN Konawe Utara,” ungkapnya.
Menurut dia, proses pembuatan sertipikat terdapat ketidak beresan. Sebab lanjut mantan aktivis PRD Sultra itu, kepemilikan atas tanah juga menjadi salah satu dasar pertimbangan sehingga terbitnya izin tersus yang dimiliki oleh PT Tiran saat ini.
“Itu sejak awal dijadikan dasar. Coba baca izin tersus itu, ada dijelaskan disana. Walaupun saat itu yang mengklaim kepemilikan atas lokasi tersebut adalah salah satu warga Desa Lameruru, dan dikuatkan oleh pernyataan salah satu pejabat di Konut. Sertipikatnya sendiri baru dikeluarkan April 2022 kemarin,” katanya.
Ikhsan menduga ada upaya tersistematis yang dilakukan pihak terkait dalam memuluskan terbitnya izin PT Tiran.
“Berdasarkan dokumen – dokumen yang kami dapatkan, menyimpulkan jika hal tersebut dilakukan dengan sangat tersistematis. Mulai dari bawah hingg tingkat atas,” tambahnya.
- Pejabat Terkait Bertanggungjawab Terkait Rekomendasi Izin PT Tiran
Ikhsan mengatakan beberapa pejabat mulai dari Kepala Desa Lameruru, Camat Langgikima, Pemda Konut, BPN Konut, Pemprov Sultra serta instansi -instansi lainya yang berwenang patut dimintai pertanggungjawaban atas rekomendasi keluarnya izin tersus PT Tiran.
“Disini terdapat dua masalah. Masalah pertama terhadap keluarnya remomendasi untuk izin tersus. Silahkan di cek instansi dan pejabat mana saja yang berwenang untuk urusan itu, mulai dari tingkat kabupaten Konawe Utara, hingga tingkat provinsi Sulawesi Tenggara,” ujarnya.
”Bagaimana bisa mereka mengeluarkan rekomendasi semacam itu? bagaimana bisa wilayah Matarape mereka klaim sebagai wilayah Lameruru? Sekarang sudah canggih, untuk mendeteksi titik koordinat itu tidak sulit, kenapa masih ada kesalahan seperti itu? apalagi itu melalui proses berjenjang,” sambung Ikhsan.
Masalah kedua kata dia, dengan diterbitkannya sertifikat di wilayah Matarape oleh BPN Konawe Utara. ”Proses pengurusan sertifikat itu jelas, dimulai dari surat keterangan kepala desa hingga berujung pada keluarnya surat ukur. Dan semua itu jelas siapa-siapa yang bertanggungjawab,” terangnya.
Kata dia, hingga saat ini pihaknya masih terus berupaya untuk mengumpulkan beberapa dokumen lainnya, sehingga bisa memenuhi syarat untuk jadi bahan yang nantinya akan ditempuh oleh JAMAN Morowali selanjutnya.
“Kami tidak ingin terburu-buru dalam masalah ini. Silahkan Pemda Morowali melakukan upaya sesuai kewenangannya. Dan kami juga akan melakukan upaya sesuai kapasitas kami menurut aturan yang berlaku di negara ini,” ujarnya.
Kendati demikian Ikhsan tetap menyarankan pihak PT Tiran Indonesia untuk lebih memperlerlihatkan sikap yang bijak dan segera melakukan perbaikan terhadap izin yang ia miliki.
Ia juga mengimbau kepada permerhati masyarakat agar persoalan yang di hadapi oleh PT Tiran tidak dijadikan pembenaran ataupun pembelaan.
“Harapan kami pihak – pihak lain tidak memberikan komentar – komentar yang justru akan semakin membuat masalah yang nantinya bisa menjadi tambah rumit. Jika tidak memahami dengan benar esensi masalahnya, sebaiknya tidak perlu memberikan komentar, agar masalah ini tidak menjadi bias,” pungkasnya.
Reporter: Ahmad