PT Vale Tegaskan Kepemimpinan Nikel Rendah Karbon Indonesia di Panggung COP30 Belém

waktu baca 3 menit

BELÉM, TRIASPOLITIKA.ID — Dalam forum perubahan iklim terbesar dunia, COP30, PT Vale Indonesia Tbk sebagai bagian dari Mining Industry Indonesia (MIND ID) menegaskan posisi Indonesia sebagai pemimpin dalam pengembangan mineral kritis berkelanjutan.

Pada sesi talk show “Emerging Technologies to Respond to Climate Change” di Paviliun Indonesia, perusahaan menampilkan komitmen kuat terhadap industri nikel rendah karbon yang menjadi tulang punggung ekosistem kendaraan listrik global.

Melalui forum itu, PT Vale menyoroti peran teknologi, praktik pertambangan bertanggung jawab, serta kemitraan strategis dengan Huayou Indonesia sebagai fondasi pengembangan industri hilir yang ramah lingkungan.

Sesi diskusi dibuka oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui sambutan video dari Hanifah Dwi Nirwana, Plt Deputi Bidang Pengelolaan Limbah, Limbah B3, dan Bahan Berbahaya.

Ia menekankan pentingnya penguatan tata kelola lingkungan sebagai landasan transformasi industri nasional. Pesan tersebut dilanjutkan oleh Amsor, Direktur Pengelolaan Limbah B3 dan Non-B3, yang menekankan integritas regulasi dan keselarasan dengan standar internasional sebagai syarat menuju industri hijau.

Dari sisi industri, Direktur sekaligus Chief Sustainability & Corporate Affairs Officer PT Vale, Budiawansyah, memaparkan target iklim perusahaan. Ia menegaskan bahwa operasi di Sorowako sedang menjalani transformasi teknologi untuk menurunkan emisi absolut sebesar 33% pada 2030 serta mengurangi intensitas karbon produk nikel hingga 50%.

“Inovasi seperti heat recovery, pemanfaatan off-gas, optimalisasi ore dewatering, hingga elektrifikasi infrastruktur pemrosesan menjadi pendorong utama. Bagi kami, dekarbonisasi bukan slogan, tetapi mandat,” kata Budiawansyah. “Kemitraan strategis dengan Huayou menjadi bagian penting untuk menghadirkan nikel rendah karbon yang memenuhi ekspektasi global.”

Senada, Stevanus, Director of Public Affairs Huayou Indonesia, menjelaskan bagaimana teknologi hidrometalurgi baru yang diadopsi perusahaan mampu menekan emisi carbon hingga lebih dari 2 tCO₂e per ton nikel.

Melalui waste heat recovery yang mampu memenuhi lebih dari 70% kebutuhan listrik proyek, self-flow ore slurry, solidifikasi CO₂, elektrifikasi, hingga pemanfaatan kembali limbah, Huayou berupaya merumuskan proses pengolahan nikel yang semakin efisien dan rendah emisi.

“Dengan memadukan inovasi kami dan kekuatan fondasi ESG PT Vale, kami mendorong Indonesia menjadi tolok ukur global material baterai rendah karbon,” ujarnya.

Wawasan panel turut diperkaya oleh Aladin Sianipar, Vice President HSE Harita Nickel, yang menekankan pentingnya sirkularitas dan pemanfaatan ulang limbah dalam perjalanan dekarbonisasi industri nikel.

Pada kesempatan itu, PT Vale juga mengumumkan pencapaian terbaru pada penilaian Sustainalytics ESG Risk Rating sebesar 23,7 — skor terbaik dalam sejarah perusahaan yang menempatkannya di jajaran teratas dalam kategori global diversified metals & mining.

Capaian ini memperkuat kredibilitas PT Vale sebagai pemasok nikel yang bertanggung jawab di tengah meningkatnya perhatian global terhadap dampak lingkungan industri ekstraktif.

Dari Belém, Brasil, suara PT Vale membawa pesan optimistis bahwa mineral kritis Indonesia memainkan peran strategis dalam upaya dekarbonisasi dunia. Melalui kemitraan teknologi, jalur pemrosesan berbasis energi bersih, dan kedisiplinan ESG, Indonesia disebut sedang membentuk masa depan industri nikel global.

Panel menutup diskusi dengan seruan visioner: keberhasilan Indonesia dalam rantai pasok kendaraan listrik tidak hanya ditentukan oleh besarnya sumber daya, tetapi oleh nilai keberlanjutan, transparansi, keunggulan teknologi, dan kolaborasi yang menyertainya.

Kemitraan PT Vale dan Huayou menjadi contoh bagaimana pelaku industri dapat bergerak bersama menghadirkan dampak positif bagi iklim dan memperkuat posisi Indonesia sebagai pemain kunci dalam transisi energi bersih dunia.

  • Editor: Dekri