Sepupuku Penjarakan Aku
Oleh: Dekri Adriadi
Fandy adalah seorang mahasiswa yang dipidana dengan kasus dugaan Pelecehan seksual. Polisi menjerat Fandy Pasal 11 ayat (2) huruf a tentang Kekerasan Seksual. Fandy dijerat pasal tersebut setelah seorang wanita bernama Popi melaporkannya ke Polisi. Fandy dan Popi adalah sepupu sekali, ayah Fandy saudara kandung dengan ibu Popi.
Suatu hari malam begitu gelap, tiba-tiba hujan deras turun disertai dengan gemuruh petir dan angin kencang. Fandy masih berada di kedai kopi Ojel, tempat yang kerap ia tongkrongi bersama sahabatnya setiap malam.
Waktu menunjukan pukul 23.00 WITA. Barista kedai kopi Ojel mulai bergegas merapikan meja, memungut puntung rokok di lantai, sembari memperhatikan Fandy yang tengah berdiri di depan kedai kopi.
”Hujan Bro” kata barista kedai kopi Ojel pada Fandi, sembari melanjutkan berbenah. ”Ia Bro, mana hujannya deras lagi,” balas Fandi pada barista itu.
”Kalau saya balik ke rumah sudah pasti basah kuyup” tutur Fandy dalam hati. Jarak kedai kopi Ojel menuju rumah Fandy kira-kira ada sembilan kilo meter. Jika tetap memaksakan untuk balik ke rumahnya, dan memberanikan diri menerobos hujan deras, tentu badan Fandy pasti basah kuyup.
Barista kedai kopi Ojel mulai menutup pintu. Beberapa mata lampu yang dianggap tidak terlalu penting untuk nyala, mulai di padamkan. Sementara itu Fandy masih pada posisinya, berdiri tegak di depan pintu kedai dengan perasaan penuh waswas.
”Saya balik duluan yah bro” ujar barista kepada Fandy, yang sudah ada di atas motor, bersiap untuk meninggalkan kedai dengan mengenakan jas hujan. ”Iya bro, hati-hati, jalanan licin” jawab Fandy.
Setelah berdiam diri disuasana hujan deras. Fandy akhirnya menyadari jika rumah tante-nya dekat dari kedai kopi Ojel. Hanya satu kilo meter saja yang harus dilewati menuju rumah itu.
Fandy mengambil telepon genggam dari dalam saku celananya. Mencoba menghubungi Popi, namun tidak dapat dijangkau, karena HP Popi tidak aktif.
Dengan tekat bulat Fandy kemudian memberanikan diri menabrak hujan deras, menuju rumah Popi yang tak lain anak dari saudara ayahnya.
Tuk,,, tuk,,, tuk,,, bunyi pintu rumah Popi, saat di ketuk Fandy. Ibu Popi tidak ada di rumah, lagi di luar kota. Di rumah hanya ada Popi dan ayahnya.
”Ehh Fandy. Masuk, kamu dari mana larut malam begini?” tanya ayah Popi pada Fandy, sembari membuka lebar daun pintu rumah.
”Saya tadi di kedai kopi Om. Karena hujan deras, makanya saya mampir berteduh sejenak, sembari nunggu hujan reda Om” jawab Fandy.
”Yah sudah, buka baju kamu, trus ke kamar Popi. Minta baju sama handuk, biar kamu tidak masuk angin” terang ayah Popi.
Fndy kemudian membuka bajunya, yang sudah dalam keadaan basah, sembari menuju ke kamar Popi.
”Popi minta baju sama handuk” teriak Fandy depan pintu kamar Popi. Popi tidak menjawab, Fandy kemudian membuka pintu kamar Popi.
Rupanya Popi sudah tertidur pulas. Mungkin karena kecapean, setelah mengerjakan tugas sekolah, sampai-sampai pintu kamarpun lupa dikunci.
Popi tidur pulas. Selimut yang biasa diggunakan untuk menutup tubuhnya jatuh ke lantai. Fandy yang melihat Popi terlentang di atas ranjang tanpa busana, langsung mengambil selimut menutup sembari menutup tubuh Popi.
Fandy tidak disengaja menyentuh payudara Popi saat hendak menutup badan Popi dengan selimut. Sehingga menyebabkan Popi terbangun. ”Eh Fandy kamu mau apa? Tolong.. tolong.. Ayah..Tolong,” tanya Popi kepada Fandy sembari teriak.
Fandy yang panik langsung menutup mulut Popi, sembari menjelasakan apa yang sesungguhnya terjadi. Belum sempat menjelaskan, ayah Popi yang sudah mendengar teriakan Popi akhirnya tiba di kamar itu.
”Ada apa Popi?” tanya ayahnya, sembari memperhatikan Fandy yang tengah menutup mulut Popi dalam keadaan tanpa busana.
Ayah Popi kemudian menggampar Fandy tepat pada bagian pipi kanan. Sementara itu Popi hanya bisa menagis. Popi seperti tidak percaya, Fandy yang seyogianya bisa menjaga justru melakukan perbuatan tidak senonoh itu.
Ayah Popi kemudian mengusir Fandy dari rumah itu. Fandy sepertinya sulit untuk menjelaskan hal yang terjadi sesungguhnya. Fandy hanya bisa menangis, berteriak ditengah derasnya hujan disertai gemuruh petir yang tak kunjung reda juga.
Setiba di rumah, Fandy duduk depan teras sembari termenung. Fandy bingung bagaimana cara menjelaskan peristiwa yang terjadi di rumah Popi kepada ayah dan ibunya.
Fandy kaget, tiba-tiba mendengar suara Sirine Mobil Polisi mengarah ke rumahnya. Empat orang berpangkat Brigadir menjemputnya, atas tuduhan pelecehan seksual.
Fandy tidak bisa berbuat banyak, bibirnya serasa gemetar. Setelah mendengar kata pelecehan seksual yang disampaikan salah seorang petugas kepolisian saat menjemputnya. Tangan Fandy kemudian di borgol.
Ayah dan ibu Fandy yang mendengar suara Sirine Mobil Polisi juga ikut keluar rumah. Saat membuka pintu rumah, keduanya terkejut melihat anak semata wayang ditangkap polisi. Fandy dibawa ke kantor Polisi dalam deadaan basah kuyup. Fandy bakal dimintai keterangan lengkap disana.
Saat di interogasi Polisi, Fandy menjelaskan apa yang sesungguhnya terjadi malam itu di kamar Popi. Penyidik yang mendengar cerita Fandy, juga hanya bisa terheran heran. Mereka baru mengetahui jika Popi sang pelapor, merupakan anak dari saudara ayah Fandy.
Keesokan hari, tibalah Popi bersama ayahnya di Polres. Mereka dipanggil untuk memberikan keterangan jelas atas laporan dugaan pelecehan seksual yang dialami Popi.
Kedua belah pihak dipertemukan. Fandy didampingi ayah dan ibunya. Sedangkan Popi didampingi oleh ayahnya saja. Polisi meminta Fandy untuk menceritakan kronologi kejadian. Setelah mendengar cerita tersebut, ayah Popi kemudian mencabut laporannya lalu meminta maaf kepada Fandy beserta kedua orang tuanya. Merekapun berdamai satu sama lain.