Empat Desa di Konsel Saling Klaim Kepemilikan Lahan, DPRD adakan RDP

waktu baca 3 menit
Ketua Komisi I DPRD Konsel, Nadira SH saat memimpin rapat dengar pendapat dengan para pihak terkait, Rabu (17/03/2021).|Kasran/Triaspolitika.id

KONSEL, TP – Empat Desa di Kecamatan Konda, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel) klaim kepemilikan lahan. Buntut dari perselisihan tersebut menyebabkan DPRD Konsel menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Kecamatan Konda, pada Rabu,(17/03/2021).

Dalam rapat dengar pendapat itu, Ketua Komisi I DPRD Konsel Nadira menyebutkan, ke empat warga yang klaim kepemilikan lahan itu, yakni Desa Lebo Jaya, Desa Morome, Alebo, Lamomea dan Kelurahan Konda.

Keempat warga desa dan satu kelurahan itu saling klaim kepemilikan lahan dengan melawan Afiat Tawakal yang juga mengklaim lahan tersebut merupakan warisan tanah Walaka (pengembalaan ternak).

Hadir dalam RDP tersebut yakni Kepala BPN Konsel, Ruslan Emba, Kabag Hukum, Pujiono SH MH, Kepala KPH Gularaya, MN. Dharma Prayudi R S.Hut, Camat Konda, Lurah Konda serta empat kepala desa dan masing-masing pemilik lahan yang salin klaim.

Masyarakat Desa Lebo Jaya, sebagai salah satu warga yang mengklaim lahan, Syarifuddin mengungkapkan lahan seluas 20 hektar yang terbagi empat hamparan tersebut merupakan lahan yang sebelumnya dimiliki oleh mendiang orang tuanya dan dimanfaatkan sebagai tempat membuka kebun tepatnya di Gunung Alupai.

Kata dia, lahan yang diklaimnya tersebut juga diklaim oleh Afiat Tawakal yang juga diklaim sebagai tanah walaka sejak tahun 1920 peninggalan leluhurnya.

Senada dengan itu, Awaluddin, menuturkan lahan yang diklaim oleh Afiat Tawakal bukanlah tanah Walaka. “Lahan diatas bukan lahan perkebunan. Tetapi lahan perkampungan. Buktinya kuburan batu. Setelah pindah dikampung sekarang naik berkebun tetapi yang berkebun turunannya. Bukan walaka dan bukan naik berkebun. Tapi perkampungan masyarakat waktu itu,” ujar Awaluddin di RDP.

Klaim itu, mereka katakan sesuai Surat Keputusan Gubernur tahun 2017 dan rumpun di empat desa.

Sementara di Desa Lamomea seluas 13 hektar juga diklaim oleh Afiat Tawakal yang merupakan kaitan dengan 20 hektar milik Syarifuddin.

Lurah Konda, Musyriadi mengungkapkan saling klaim antara warga dan Afiat Tawakal merupakan lahan yang sama sehingga tumpang tindih.

Misalkan, lanjut dia, yang diklaim oleh Afiat Tawakal seluas 260 hektar, adapula yang diklaim warga dalam lima rumpun seluas 120 hektar, kelompok masyarakat Kelurahan Konda seluas 27 hektar, dan kepemilikan perorangan 27 hektar, 11 hektar, 7 hektar sampai dua hektar.

Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang mempertemukan warga di empat Desa di Kecamatan Konda, Konsel Rabu,(17/03/2021).|Kasran/Triaspolitika.id

“Lokasi yang diklaim tersebut merupakan lokasi yang sama dalam satu hamparan,” terang Musyriadi.

Sedangkan Afiat Tawakal menuturkan lahan yang diklaimnya tersebut selain tanah peninggalan leluhur sebagai tanah walaka juga tanah yang telah dibelinya dari beberapa warga yang sebelumnya mengklaim memiliki tanah itu.

Masing-masing pihak membuktikan saling klaim itu dengan menunjukan Surat Keterangan Tanah (SKT), peta dan SK Gubernur.

Sementara itu, Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Konsel, Ruslan Emba menyampaikan jika persoalan itu bisa saja diselesaikan secara kekeluargaan. Melalui, peran camat, kepala desa dan tokoh masyarakat.

Ruslan menjelaskan untuk satu Kepala Keluarga (KK) maksimal memliki 12 hektar lahan yang dikuasai. “Sebab BPN dikuasakan oleh negara untuk memberikan kepemilikan. Saya juga heran kalau satu orang bisa memiliki ratusan hektar lahan,” nilainya.

Sementara itu, Nadira SH yang memimpin RDP kembali meminta agar para pihak menunjukan legalitas yang sah akan penguasaan fisik tanah. Baik itu tanah adat maupun surat penunjukan bahwa benar adanya tanah yang diklaim merupakan tanah Walaka.

“Para pihak perlu menunjukan bukti otentik menguasai secara fisik terkait masing-masing tanah yang diklaim. Jika itu tanah walaka maka perlu bukti fisik dan masih terpelihara secara terus menerus,” terang Nadira.

Terkait tumpang tindih dan saling klaim, dia mengatakan akan dibuka ruang nonlitigasi karena yang lebih baik persoalan tersebut diselesaikan secara kekeluargaan.

“Kalaupun perlu diuji, maka kita serahkan kepada para pihak untuk menempuh jalur hukum di pengadilan,” terang Nadira.

Kontributor: Kasran

error: Content is protected !!