Perkara Tanah Desa Puuwonua Jadi Polemik, Rizal Sebut ada motif Mafia Tanah

waktu baca 5 menit

KONAWE, TP – Perkara tanah yang di klaim tanpa bukti jelas kini menuai polemik atas hak milik penggugat.

Tanah atas dasar hak milik tergugat kini menjadi bulan bulanan oleh pihak penggugat. Pihak penggugat kasus kepemilikan atas hak tanah milik warga desa lalombonda, dengan salah satu warga desa Puuwonua yang tak memiliki bukti kuat setelah dilakukan sidang peninjauan objek lahan. bertempat di Desa Lalombonda, Kecamatan Lalonggasumeeto, Kabupaten Konawe, Jumat 12/2/21 lalu.

Perkara atas tanah tersebut hingga kepala desa puuwonua turut membela warganya dengan dalil lahan tersebut adalah milik penggugat. Dan sekaligus mengklaim bahwa di atas tanah tergugat adalah bagian dari wilayah desa puuwonua yang dibuktikan dengan dasar peta yang di ambil dari Badan Pusat Statistik ( BPS ).

Selaku kuasa hukum pihak tergugat, Rizal SH, MH. mengungkapkan bahwa, Kepala Desa Puuwonua tidak boleh mengklaim tanah tersebut masuk dalam perbatasan tanah Desa Puuwonua, dan memastikan secara detail apakah tanah tersebut milik tergugat ataukah milik penggugat, Ucap rizal saat di konfirmasi, (23/2).

“Perlu diperhatikan , Atas dasar Dari mana rujukan BPN bahwa tanah ini milik siapa? Sekarang pertanyaannya, BPN hadir disini tujuannya menghadiri undangan dari Pengadilan Negeri. Apapun putusan dari BPN, dia tidak berhak menentukan bahwa tanah ini milik siapa. Harusnya, BPN berdiri dalam tatanan, bahwa tanah ini milik penggugat atau milik tergugat,” urainya.

Sambungnya, adakah bukti, bahwa ada persetujuan masing-masing mengenai tanah tersebut, karena lahirnya sertifikat tersebut akan tanah melalui BPN atas usulan dari masyarakat yang disahkan oleh Desa. Oleh sebab itu, ini bisa dikatakan mafia tanah dengan melibatkan Kepala Desa.

“Adakah bukti pada tahun 2020 diajukan di Pengadilan Negeri Konawe kemarin, yang ditandatangani oleh Desa, milik Desa Puuwonua yang dikuatkan oleh Camat. Kenapa dikatakan Desa Lalombonda, karena didalamnya masih tercatat baik batas maupun PBB masih tercatat sebagai Desa Lalombonda. Terkait peta yang ditunjukkan oleh Kepala Desa Puuwonua bahwa dengan data BPS yang dibawah oleh Kepala Desa itu tidak berdasar, harus dibedakan antara BPS , GPS ,”tandasnya.

Lanjutnya, kata Rizal, sesuai hasil pembuktian bahwa antara laut dan daratan harus dibedakan, penggugat tidak dapat memastikan terhadap tanah gugatan ini bahwa ini adalah laut, dengan harus dijelaskan mana laut dan mana daratan.

“Tanah ini bukan laut seperti yang di katakan oleh penggugat namun itu masuk dalam kawasan daratan, itu teruji lansung sesuai hasil peninjauan oleh pihak Badan Pertanahan Nasional ( BPN ) Konawe, lewat alat uji wilayah laut daratan,” terang Rizal.

Menurut Rizal, argumen yang dikeluarkan oleh Kepala Desa, Tentu tidak memiliki dasar yang kuat, karena kalau berbicara tentang batas yang menentukan bukan Kepala Desa namun diatur dalam Ruang (RT/RW).

“Dalam hal ini ditentukan oleh Pemerintah Daerah melalui RT/RW dengan batas-batasan wilayah, dan penegasan nya bahwa batasan ini yang boleh menentukan adalah bukan Pemerintah Desa (Kepala Desa). Namun yang dapat menentukan batasan wilayah tersebut adalah Pemerintah Daerah dalam hal ini Bupati. Memang pada dasarnya pengusulan tersebut dari Pemerintah Desa, akan tetapi yang terjadi Pemerintah Desa tidak mengusulkan, namun langsung mencakok dengan mengklaim batasan wilayah,” tandasnya.

Rizal melihat, kepala desa tidak memiliki argumentasi yang jelas dan Tentu ini tidak memiliki fakta kongkrit, artinya hal ini bisa menjadi akal akalan saja dari kepala desa.

“Membingungkan mengapa Ia menjadi Kepala Desa sejak 2016 dan mengapa Kepala Desa tidak pernah mengakui bahwa disini adalah kepemilikan laut dan kepemilikan masyarakat. Dimana kemarin sudah terjadi proses, sudah ada kesepakatan dan mana bukti dari kesepakatan tersebut, kan ini terbilang aneh,” beber kuasa hukum Tergugat Rizal. SH, MH

Sementara itu, Kepala Desa Puuwonua Kecamatan Lalonggasomeeto Kabupaten Konawe, Nurman menjelaskan, perkara sengketa tanah antara penggugat dan tergugat sudah di upayakan melalui jalur mediasi. Serta upaya ganti rugi kepada pembeli tanah, namun tidak menghasilkan titik temu. Sehingga penggugat melanjutkan masalah tersebut ke Pengadilan Negeri Konawe.

“Kemarin kita mediasi, jadi si pembeli ini saya tawarkan untuk di kembalikan uangnya, sesuai pembeliannya atas nama pemerintah Desa. Ceritanya kita mau kembalikan uangnya si Harun ini, tapi dia tidak terima,” jelasnya.

Lanjutnya, posisi objek tanah yang di sengketakan berada di Desa Puuwonua. Posisi tersebut, berdasarkan peta yang di keluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Konawe. Serta masuk dalam Desa Puuwonua dan ada petanya.
Terhadap objek sengketa , alas hak berupa dokumen yang ada hanya berupa Surat Pemberitahuan Pajak Tertuang (SPPT) yang terbit tahun 2020. Ia menegaskan pihaknya tidak mengeluarkan administrasi dalam bentuk apapun terhadap tanah yang di maksud.

“Sempat kemarin itu di munculkan SPPT yang terbit tahun 2020. Namun tidak jelas juga atas nama siapa. Secara historis, Nurman mengakui tidak secara keseluruhan mengetahui kronologi atas tanah yang di sengketakan. Sedangkan jabatan sebagai Kades Puuwonua baru saya emban pada tahun 2016. Saya tidak tahu soal cerita dulu, karena saya ini baru menjabat sebagai Kades tahun 2016,” tutupnya.

Ditempat yang berbeda, Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Unaha, Kabupaten Konawe, febrian hali menjelaskan, pihaknya hanya melakukan pemeriksaan setempat dalam hal ini, objek setempat dalam perkara 29 PDTG 2020 PN Unaaha. Dimana antara para penggugat yang jumlahnya kurang lebih 29 orang, dengan para tergugat yang jumlahnya sekitar empat orang. Dengan agendan periksa objek sengketa, yang disengketakan dalam perkara tersebut.

“Hari ini kita melakukan cek objek, karena ini adalah perkara tanah. Ada kewajiban, majelis hakim untuk melakukan pemeriksaan setempat, karena apabila misalkan dalam perkara tanah tidak melakukan pemeriksaan tanah itu nanti putusannya tidak dapat diterima. Karena bukan seperti perkara wanprestasi atau perkara lainnya, pokonya ada kewajiban untuk diperkara sengketa tanah untuk melakukan objek sengketa. Sehingga mendapatkan hasil yang maksimal dan data yang falid tentang keberadaan objek tersebut,” imbuhnya.

Reporter : Ahmad

error: Content is protected !!