Penitipan Dana PPM BU di Kejati Dinilai Tidak Tepat
KOLAKA, TP – Dekan Fakultas Hukum Universitas Sembilanbelas November (USN) Kolaka Yahyanto menilai penitipan dana Pengembangan Pemberdayaan Masyarakat Badan Usaha (PPM-BU) di Kejaksaan Tinggi (Kejati), Sulawesi Tenggara (Sultra), oleh dua perusahaan pertambangan dinilai tidak tepat sasaran.
Menurut Yahyanto dana PPM BU merupakan dana murni perusahaan yang bukan dana negara. Selain itu kata Yahyanto, dana tersebut juga bersifat aksi koorporasi.
Yahyanto menjelasakan, berdasarkan UU Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT), diperkuat Peraturan Pemerintah (PP) nomor 47 tahun 2012 tentang tanggung jawab sosial dan lingkungan yang diwajibkan oleh pemerintah kepada perusahaan yang terlibat dalam pengelolaan sumber daya alam.
Untuk itu, penitipan dana PPM-BU oleh PT. Akar Mas Internasional dan PT. Putra Mekongga Sejahtera Kolaka kata Yahyanto, bukan pada tempatnya. “Kenapa dana PPM dua perusahaan itu dititipkan di kejaksaan tinggi, sebenarnya ada apa,” ujar Dekan FH USN Kolaka Yahyanto, Senin (15/03/2021).
Lebih lanjut Yahyanto menerangkan, secara khusus program PPM didalam pasal 108 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, dikatakan, pemegang IUP dan IUPK wajib menyusun program pengembangan dan pemberdayaan Masyarakat.
Selain itu, penjabaran pelaksanaan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat diatur dalam peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral RI nomor 41 tahun 2016 tentang pengembangan dan pemberdayaan masyarakat pada kegiatan usaha pertambangan mineral dan barubara.
Dari peraturan tersebut kata dia, Menteri ESDM menetapkan Keputusan Menteri ESDM nomor 1824 K/30/MEM/2018 tentang pedoman pelaksanaan pengembangan dan pemberdayaan Masyarakat, secara jelas diuraikan dalam lampiran Keputusan Menteri tersebut.
“Kalau kita merujuk pada Keputusan Menteri ESDM tentang pedoman pelaksanaan PPM, maka program pengembangan dan pemberdayaan Masyarakat terkait pembiyaan PPM wajib dikelola langsung oleh badan usaha pertambangan. Bukan dititipkan di kejaksaan,” tegas Yahyanto.
Menurut Yahyanto, penegasan peraturan pedoman pelaksanaan PPM di awali dengan cetak biru (blue print) yang ditetapkan Gubernur setelah mendapatkan pertimbangan Dirjen Minerba. Kemudian Badan Usaha Pertambangan menyusun Rencana Induk Program PPM selama tahap kegiatan Operasi Produksi termasuk pasca tambang.
Selanjutnya Badan Usaha membuat rencana program PPM tahunan dimasukkan dalam RKAB yang di sahkan Gubernur dan atau Direktur Jendral, sesuai kewenangannya, serta Badan Usaha wajib menyampaikan SOP dan pelaksanaan program PPM oleh Badan Usaha Pertambangan dengan penyampaian laporan realisasi PPM tahunannya kepada Direktur Jendral.
Ditegaskan, sanksi kepada Badan Hukum Pertambangan apabila tidak melaksakan program PPM adalah sanksi administrasi, bukan pidana. Namun pastinya sanksi Sosial berdampak kepada Badan Hukum karena berkinerja sangat buruk dalam pelaksanaan program kemasyarakatan lingkar tambang.
Karena itu, Yahyanto mempertanyakan apa dasar hukum Kejati Sultra minta kepada Badan Usaha Pertambangan untuk melakukan penitipan dana Program PPM, pada rekening penitipan Kejaksaan Tinggi Sultra, sebab dana program PPM tersebut bukanlah uang negara dan sama sekali tidak berpotensi merugikan keuangan Negara. Dana Program PPM diperuntukkan kepada masyarakat lingkar tambang dan lingkungan sebagai kewajiban sosial badan usaha pertambangan yang mengakibatkan dampak kepada masyarakat sekitarnya.
Karena tidak berpotensi merugikan keuangan Negara, Yahyanto menegaskan seyogianya Kajati Sultra fokus pada pemeriksaan kewajiban-kewajiban badan usaha pertambangan yang berkinerja buruk, serta berpotensi dapat merugikan Keuangan Negara, bukan memberikan Apresiasi kepada badan usaha Pertambangan yang tidak melaksanakan kewajibannya, legalistas perizinan yang buruk serta kewajiban ke negara yang belum dituntaskan. Jangan hanya kerena menitipkan dana program PPMnya kepada Kejati harus memdapatkan pujian.
“Harusnya Kajati Sultra memberikan apresiasi kepada Badan Usaha Pertambangan yang telah menerapkan pengelolaaan pertambangan yang baik, legalitas perizinan, pengelolaaan lingkungan yang baik dan memenuhi semua kewajiban Badan Usaha kepada Negara sesuai Peraturan Perundang undangan, serta menjalankan amanah pedoman pelaksanaan program pengembangan dan pemberdayaan Masyarakat pada masyarakat lingkar tambang, bukan pada badan usaha Pertambangan yang berkinerja buruk dengan menitipkan dana PPMnya, sementara kewajiban-kewajibannya belum dilaksanakan,” ungkapnya.
Dekan Fakultas Hukum USN Kolaka ini membeberkan beberapa kewajiban yang mesti dilakukan Badan Usaha Pertambangan, yakni kelengkapan legalitas perizinan Usaha Pertambangan terkait kewajiban pembayaran iuran tetap (landren) pertahunnya, iuran produksi atau royalti, termasuk PNBP serta PNBP kepelabuhananya terkait izin Terminal Khusus (Tersus) serta Perpajakan Badan Usaha dan kewajiban lainnya yang telah ditetapkan peruturan perundang undangan.
Reporter : A. Jamal