Nahkoda Baru Kolaka 2024: Kaum Muda Bukan Sedekar Obyek Politik!
Oleh : Muh Adriansyah Ramadhan, S.H
(Direktur Forum Advokasi dan Edukasi Hukum)
Tahun 2024 menjadi tahun yang penuh kehangatan dalam memilih nahkoda, baik skala nasional maupun daerah. Tak bisa dinafikkan regulasi telah menetapkan bahwa ditahun 2024 ini menjadi tahun politik dilaksanakannya Pemilu dan Pilkada. Tentu saja tahun tersebut menjadi ajang penentuan arah bangsa dan daerah.
Masih hangat rasanya dalam situasi dan fikiran baru saja telah terlaksananya Pilpres dan Pileg. Rakyat Indonesia telah menentukan nahkoda baru untuk bangsa serta menentukan wakilnya pada segala tingkat legislatif. Saat ini tensi kehangatan semakin meningkat di seluruh daerah di Indonesia, baik provinsi maupun kabupaten/kota. Tak terlepas juga di Kabupaten Kolaka, yang tak ketinggalan dalam proses pelaksaan Pilkada serentak, yang akan digelar pada 27 November mendatang. Tentu ini menjadi momentum memilih nahkoda baru mengingat tak lagi adanya petahana di wonua Mekongga tersebut.
Kalau saja memotret pada hasil Pilpres dan Pileg, tentu saja ada peran yang besar tidak terlepas dari keterlibatan kaum muda. Peran mereka sangat vital memberikan sumbangsih untuk menentukan nahkoda baru pada bangsa ini, terbukti dengan dorongan dan dukungan mayoritas serta keterlibatan kaum muda pada Pilres mampu mengantarkan Prabowo-Gibran menjadi Presiden dan Wakil Presiden.
Karena itu, dalam menentukan nahkoda di daerah baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota tidak akan jauh berbeda dengan Pilpres dan Pileg kemarin. Kaum muda menjadi entitas yang sangat penting, Melansir dari Republika, berdasarkan hasil rekapitulasi DPT, mayoritas pemilih Pemilu 2024 didominasi dari kelompok generasi Z dan Milenial, dalam hitungan angka Sebanyak 66.822.389 atau 33,60% pemilih dari generasi milenial, Sedangkan pemilih dari generasi Z adalah sebanyak 46.800.161 pemilih atau sebanyak 22,85% dari total DPT Pemilu 2024.
Bila melihat penetapan rekapitulasi Daftar Pemilih Tetap (DPT) KPU Kabupaten Kolaka yang ditetapkan 21 juni 2023, entitas gen Z dan Milenial mendominasi dan menjadi lumbung suara yang besar untuk memenangkan pilkada. Bila di persentasekan pemilih gen Z sebanyak 26,6% sedangkan pemilih Milenial sebanyak 34,7% dari tota DPT 170.305.
Tentu saja ini bukan hanya persoalan angka dan jumlah semata, dua generasi ini sangat mendominasi. Keberadaan anak muda menjadi magnet yang menjanjikan di dalam pemerolehan suara Pilkada, keterlibatan dan partisipasi kaum muda menjadi penentu. Kaum muda sebagai penerus bangsa idealnya mempunyai peran yang sangat penting. Sejatinya kaum muda memiliki peran dan fungsi yang strategis dalam akselerasi pembangunan di daerah termasuk pula dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Jika memotret sejarah peradaban bangsa, kaum muda adalah aset bangsa yang sangat mahal dan tidak ternilai harganya. Kaum muda adalah tonggak yang kokoh bagi kemajuan dan pembangunan bangsa. Kaum muda juga menjadi komponen penting yang perlu dilibatkan dalam pembangunan di daerah maupun banga. Hal ini dikarenakan kaum muda memiliki fisik yang kuat, ide/gagasan yang baru, inovatif dan juga memiliki tingkat kreatifitas yang tinggi. Tanpa adanya kaum muda sebuah bangsa akan sulit untuk mencapai sebuah perubahan.
Pilkada Kabupaten Kolaka tahun ini tentu menjadi sangat menarik, karena entitas kaum muda menjadi rebutan bagi calon kepala daerah. Tak heran para calon kepala daerah yang akan berkontestasi dalam Pilkada mengangkat topik anak muda sebagai bahan kampanye politik mereka. Banyak yang menyatakan dirinya sebagai bagian dari anak muda, pro pada anak muda, berjiwa muda, membawa jargon milenial dan aktif menaikkan konten di media sosial, hingga menyatakan berbagai janji politik untuk menggaet suara anak muda, dengan program embel-embel
gen Z dan Milenial.
Hanya saja, inkonsistensi kerap kali terjadi pada janji-janji politik dan fakta dilapangan. Di dalam berbagai kesempatan, bidang, dan kebijakan, anak muda cenderung tidak dianggap penting dan memiliki daya tawar yang lemah. Pada proses pemilihan kepala daerah, perhatian kepada kaum muda ini biasanya terhenti bersamaan dengan selesainya Pilkada.
Kaum muda seringkali hanya dijadikan obyek dan komoditas politik semata, untuk meraup suara dan memenangkan pemilihan kepala daerah, namun setelah terpilih atau menang, keterlibatan suara kaum muda acap kali hanya suara sumbang dan tidak lagi dilibatkan serta menjadi hitungan dalam proses penentuan kebijakan pembangunan di daerah.
Maka pada momentun Pilkada Kolaka tahun ini, kaum muda harus didorong keterlibatannya sekaligus diberikan ruang lebih lebar. Bukan hanya sekedar obyek politik, tetapi juga sebagai subyek politik. Dengan demikian keterlibatan kaum muda bukan hanya ditimbang untuk meraup suara semata saja.
Pada akhirnya penulis hanya mampu berpesan, sederhana saja memahami kaum muda, tuangnya dibuka selebar-lebarnya, jalannya jangan dihalang-halangi, kretivitasnya didukung, karyanya diapresiasi. Semoga dengan tulisan sederhana ini mampu tersampaikan dan menjadi renungan para calon nahkoda baru di wonua kongga ini. (**)