Mendengarkan Keluh Kesah Buruh Kasar Perkebunan Sawit
- Oleh: Nazwar, S. Fil. I., M. Phil. (Penulis Lepas Lintas Jogja Sumatera)
KATARSIS merupakan metode familiar di masyarakat awam untuk menetralisir permasalahan kejiwaan. Meski istilah tersebut tidak populer, namun sebagai cara termasuk populer sampai pada kalangan intelektual atau akademisi.
Buruh yang mengambil peran kerja kasar, menjadi bagian penting dalam laju ekonomi dan produksi komoditas termasuk olahan minyak sawit. Sebagaimana tantangan yang dihadapi dalam dunia industri, pekerjanya mengalami persoalan yang relatif sama dengan manusia pada umumnya.
Tidak jarang, terdapat banyak sekumpulan orang yang mengusung gerakan buruh yang berunjuk rasa untuk menyampaikan pandangannya seperti melalui aksi demonstrasi. Dalam berbagai kesempatan, terkadang dapat ditemukan juga kelompok yang menamakan buruh mengadakan audiensi kepada berbagai pihak, baik pejabat negara atau perusahaan.
Namun ternyata, aksi tersebut bukan tanpa persiapan. Meski berposisi sebagai pekerja lapangan, wawasan tentang gerakan perburuhan juga tidak ditinggalkan. Hal ini didapat penulis ketika bercengkrama dengan seorang mantan pekerja perusahaan sawit di OKI, Sumatera Selatan.
Bercengkrama atau berkatarsis dengan pekerja kasar perusahaan wait menunjukkan persoalan terkait tata kelola sawit adalah suatu hal yang tidak hanya pada ranah kebijakan pusat namun lebih banyak lagi pada penerapan aturan yang dikeluarkan terhadap perusahaan dan karyawan.
Persoalan pengemplang PPN
Persoalan pengemplang pajak belakangan mengemuka seiring pernyataan Presiden terpilih Prabowo Subianto untuk berkomitmen mengejar para pelakunya yang menyentuh angka kerugian sampai Rp. 300 triliun. Artinya, jauh sebelumnya, persoalan ini telah terjadi di kalangan dan kian serius di kalangan pekerja kasar/buruh perusahaan.
Pekerja di perusahaan sawit di atas menyebutkan bahwa hal ini sangat memberatkan mereka khususnya pada klasifikasi golongan bawah yang berpenghasilan rendah dan harus berhadapan dengan kenyataan pemotongan pajak. Nestapa, ternyata hal tersebut menjadi bagian dari persoalan lebih besar bahkan sistemik yaitu para pemain utama atau pemilik tertinggi perusahaan.
Menghadapi hal ini sebenarnya telah diambil sikap melalui gerakan serikat buruh. Komunitas ini menyayangkan persoalan terkait regulasi yang awalnya dibuat dengan tujuan perlindungan hak karyawan, kondusifitas kerja dan kebaikan bersama justru hanya menguntungkan pihak tertentu saja serta jauh dari keadilan maka dibutuhkan langkah menuju perubahan. Namun kontribusi para buruh kasar untuk perubahan tersebut terhambat lagi oleh sikap internal karyawan. Beberapa di antaranya mengambil sikap “berdamai” dengan para pejabat tinggi perusahaan dengan mengabaikan isu yang menjadi semangat perjuangan serikat tersebut.
Kembali kepada aturan yang diberlakukan perusahaan terhadap karyawan. Buruh atau pekerja kasar yang bertugas sebagai pemanen buah sawit merasa butuh penyesuaian kebijakan terhadap kondisi karyawan. Semisal pekerja wanita yang sedang mengandung atau proses menyusui untuk diberikan keringanan atau kompensasi khusus untuk wanita hamil. Dimana kompensasi tersebut secara tegas disampaikan bisa dalam bentuk poin sebagaimana tercantum dalam kontrak kerja, agar tidak berpengaruh negatif terhadap gaji.
Selanjutnya terkait kontrak, dia sempat menyampaikan bahwa pemberlakuan aturan perlindungan terhadap pekerja kontrak sebagaimana yang diatur dalam peraturan Undang-undang yang dikeluarkan pada tahun 2013 terkait buruh perlu dievaluasi, dan diawasi penerapannya. Menurutnya, meski sistem kerja kontrak selama ini secara aturan cukup rasional namun pada ranah penerapan oleh perusahaan dirasa masih jauh dari keadilan.
Demikian suatu momen yang memberi gambaran tentang kepribadian dan persoalan yang sesungguhnya yang terjadi di seputaran pekerja kasar/buruh di perkebunan sawit. Metode katarsis ini terbukti efektif untuk mengetahui berikut memahami dan dapat menyuarakan secara terbuka (“speak up”) agar sampai kepada mereka yang terketuk hatinya untuk melakukan perbaikan, termasuk pada kebijakan sektor kelola perkebunan sawit.(**)