Makam Suku Tolaki Usia Ratusan Tahun, Ditemukan di Tongauna Koltim
KONAWE, TRIASPOLITIKA.ID – Komunitas Pegiat Budaya bersama Forum Pemuda Adat Tolaki (Fordati) menemukan tempat pemakaman kuno suku Tolaki di belantara hutan Desa Tongauna Tua, Kecamatan Ueesi, Kolaka Timur (Koltim), Sulawesi Tenggara pada Sabtu (02/09/2023).
Suku Tolaki merupakan salah satu suku yang mendiami dataran Sulawesi Tenggara dan menjadi suku terbesar pertama di dataran Sultra.
Komunitas suku Tolaki tersebar dibeberapa kabupaten antaranya, Kolaka, Kolaka Utara, Kolaka Timur, Kendari, Konawe, Konawe Utara, Konawe selatan, Konawe Kepulauan dan Wilayah Bombana.
Untuk menuju makam kuno suku Tolaki di Desa Tongauna, dapat ditempuh selama 6 jam perjalanan dari kota Kabupaten Koltim.
Tiba di Desa Tongauna, dilanjutkan berjalan kaki menuju makan tersebut. Diperkirakan waktu tempuh menuju lokasi sekitar satu jam.
Disana, Komunitas Pegiat Budaya Tolaki menemukan peti mati kuno, berada di ceruk tebing. Dalam bahasa Tolaki, peti mati itu disebut Soronga.
Bentuknya sejenis peti jenazah yang terbuat dari kayu berisi tulang belulang manusia. Selain peti jenazah (soronga), pegiat budaya juga menemukan sejumlah benda -benda lain seperti botol, cerek, guci, kotak siri (lopa- lopa) yang diketahui sebagai bekal kubur untuk jenazah yang dimakamkan. Diperkirakan barang peninggalan tersebut berusia 400 tahun.
Penggiat Budaya Suku Tolaki, Ajemain Suruambo, mengatakan suku Tolaki dahulu menganggap bekal kubur sebagai kepercayaan hidup sesudah kematian.
“Arwah-arwah itu dianggap masih tetap hidup di sisi sang penguasa sehingga masih membutuhkan benda-benda yang mereka miliki di dunia. Semua peninggalan yang ditemukan ini merupakan jejak peradaban suku Tolaki sebelum mengenal Islam,” katanya.
Ajemain Suruambo menyebut pemilihan Soronga tempat penyimpanan jenazah serta Ceruk Tebing atau Gua sebagai tempat pemakaman suku Tolaki karena zaman dahulu suku Tolaki saat itu belum mengenal Islam.
Ia pun berharap agar Pemerintah Kabupaten Kolaka Timur menjadikan lokasi tersebut sebagai cagar budaya untuk menjaga kerusakan makam dari tangan jahil. jelas Ajemain Suruambo selaku Dewan Sara Fordati.