Inseminator Koltim: Masih ada Petani yang Minim pemahaman tentang IB
KOLTIM, TP – Inseminator Kolaka Timur (Koltim), Sulawesi Tenggara (Sultra), Umran Jaya mengatakan, saat ini pelaksanaan Inseminasi Buatan (IB) telah dilakukan dibeberapa kecamatan di wilayah Koltim dan membuahkan hasil yang maksimal.
Kendati hal tersebut kata Umran, masih banyak petani di Koltim khususnya di wilayah Kecamatan Tinondo, Mowewe, dan Lalolae yang minim akan pemahaman tentang Inseminasi Buatan.
”Kendala yang kami dapatkan di lapangan ada beberapa faktor, diantaranya minimnya pemahaman petani tentang IB, kurangnya kandang jepit permanen, serta kendaraan Operasional petugas IB,” kata Umran pada Triaspolitika.id Rabu (3/2/2021).
Untuk itu Umran berharap pemerintah bisa memberikan solusi terhadap para petugas Inseminator. ”Utamanya melakukan pelatihan peningkatan SDM terhadap petani melalui bimbingan tenaga Inseminator, pengadaan kandang jepit permanen serta pengadaan kendaraan operasional terhadap kami petugas Inseminator,” katanya.
Umran Jaya menjelaskan, Inseminasi Buatan atau yang biasa disebut IB adalah usaha manusia (Inseminator) dalam memasukkan sperma atau semen ke dalam saluran reproduksi betina dengan menggunakan alat inseminasi dengan tujuan agar ternak seperti Sapi, domba, kerbau dan lain sebagainya menjadi bunting.
”Dalam istilah ilmiahnya Inseminasi buatan disebut Artificial Insemination (AI) dan Semen adalah mani yang berasal dari ternak pejantan unggul yang dipergunakan untuk kawin suntik atau inseminasi buatan,” jelas Umran Jaya.
Lebih lanjut Umran menuturkan, program IB tidak hanya mencakup pemasukan semen ke dalam saluran reproduksi betina, tetapi juga menyangkut seleksi dan pemeliharaan pejantan, penampungan, penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencatatan dan penentuan hasil inseminasi pada hewan/ ternak betina, bimbingan dan penyuluhan pada peternak. Dengan demikian pengertian IB menjadi lebih luas yang mencakup aspek reproduksi dan pemuliaan.
Sedangkan tujuan Inseminasi Buatan kata Umran, yaitu untuk meningkatkan mutu ternak lokal, mempercepat peningkatan populasi ternak, menghemat penggunaan pejantan, mencegah adanya penularan penyakit kelamin akibat perkawinan alam, serta untuk perkawinan silang antar berbagai bangsa/ ras dapat dilakukan.
Sedangkan keuntungan pada Inseminasi Buatan lanjut Umran, yaitu untuk menghemat biaya. Dengan adanya inseminasi buatan, peternak tidak perlu lagi memelihara pejantan sapi, sehingga biaya pemeliharaan hanya dikeluarkan untuk indukan saja.
”Petani juga bisa menghewat waktu. Dimana untuk mengawinkan sapi, peternak tidak perlu lagi mencari sapi pejantan (bull), mereka cukup menghubungi inseminator di daerah mereka dan menentukan jenis bibit (semen) yang mereka inginkan,” kata Umran.
Lebih lanjut Umran mengatakan, dengan begitu, para peternak dapat mengatur jarak beranak/ calving interval ternak dengan baik.
”Serta Mencegah terjadinya kawin sedarah pada ternak. Dapat memanfaatkan kemajuan teknologi yang baik sehingga sperma/ semen dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama. Jadi Semen beku ini masih dapat dipakai untuk beberapa tahun kemudian walaupun pejantan yang diambil semennya telah mati,” jelas pria muda bergelar Megister Pertanian itu.
Selain itu keuntungan yang dihasilkan kata Umran, generasi baru anak bakalan penghasil daging yang berkualitas (ternak potong) dan meningkatkan produksi susu pada ternak perah betina. Serta perbaikan mutu genetik menjadi lebih cepat.
”Peternak dapat memilih jenis/ bangsa ternak yang diinginkan. Misalnya sapi Limousin, Simental, Peranakan Ongole, Brahman, Brangus, FH, Bali dan lain-lain. Berat lahir lebih tinggi dari pada hasil kawin alam. Hal ini karena semen yang digunakan berasal dari pejantan-pejantan unggul,” jelasnya.
Ada juga Kemungkian pertumbuhan berat badan anak ternak kata Umran, akan lebih cepat.
”Karena dihasilkan dari hasil perkawian pejantan unggul. Pelaksanaan IB dikatakan berhasil apabila induk ternak yang dilakukan IB menjadi bunting. Masa bunting atau periode kebuntingan sapi (gestation periode) yaitu jangka waktu sejak terjadi pembuahan sperma terhadap sel telur sampai anak dilahirkan,” paparnya.
Kata Umran, mengutip dari pernyataan Toelihere di era 1981 periode kebuntingan sapi berkisar 280 sampai dengan 285 hari. ”Setelah melahirkan disebut masa kosong sampai sapi yang bersangkutan bunting pada periode berikutnya,” imbuh Umran Jaya.
Reporter: Dekri