Gubernur Sultra Perjuangkan RUU Kepulauan
- Ali Mazi: Kita Semua adalah Anak Kandung di NKRI
KETUA Badan Kerja Sama (BKS) Provinsi Kepulauan Ali Mazi, yang juga Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra), menyampaikan pernyataan tegas terhadap strategi pembangunan nasional yang cenderung “menganaktirikan” daerah-daerah kepulauan yang ada di Indonesia.
Ketua BKS Provinsi Kepulauan itu menyampaikan penegasannya merespon pernyataan dari Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) Nono Sampono yang menyatakan bahwa daerah-daerah termiskin di Indonesia itu didominasi oleh daerah kepulauan.
Keduanya menjadi narasumber dalam High Level Meeting BKS Provinsi Kepulauan Bersama DPD RI di Gedung Nusantara IV Kompleks Parlemen MPR/DPR/DPD RI Jakarta, Rabu (6 Oktober 2021). Ini merupakan pertemuan tingkat tinggi yang digagas BKS dalam rangka memperjuangkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Daerah Kepulauan.
“Kita sedang berjuang tentang bagaimana pembagian kue sebagaimana yang disampaikan oleh Bapak Nono (Sampono). Pembagian kue ini kalau tidak merata, tentu ada anak tiri ada anak kandung. NKRI tentu tidak boleh. Semua kita adalah anak kandung,” tegas Ali Mazi.
Ditegaskannya, tidak boleh ada pembedaan atas hak setiap warga negara. Dia mencontohkan Kota Bogor yang berpenduduk enam juta orang, sementara Sulawesi Tenggara yang hanya tiga juta orang.
Bagaimana mungkin, kata Gubernur, dana alokasi umum (DAU) untuk daerah kepulauan dihitung berdasarkan kumpulan wilayah dan jumlah penduduknya semata. Tentu, daerah kepulauan tidak akan pernah setara dengan daerah daratan. Olehnya itu, perlu ada pendekatan lain untuk menghitung alokasi DAU bagi daerah kepulauan.
Ali Mazi lantas bercerita tentang salah satu kecamatan di Sultra yang hingga saat ini belum terjamah listrik. Pemerintah daerah telah berupaya keras mengupayakannya melalui PLN, namun belum juga terealisasi sampai sekarang. Pihaknya sangat prihatin dengan kondisi anak-anak sekolah di sana, yang harus belajar secara virtual. Jangankan internet, listrik saja tidak ada.
“Mereka adalah anak-anak kita. Mereka adalah pejuang bangsa kita. Mereka adalah pengganti kita. Tapi kalau mereka tidak mendapatkan pendidikan yang sama, maka kewajiban kita untuk memperjuangkan dengan cara bagaimana bagaimana pembagian kue harus merata,” tambahnya.
- Eksistensi Suku Bajo di kawasan Pesisir
Ali Mazi memberi contoh lain. Tentang eksistensi Suku Bajo yang hidup di kawasan pesisir Sultra. Gubernur Sultra itu mengkritik pendekatan yang dilakukan pemerintah, yang membuat masyarakat Bajo tidak memiliki hak keperdataan.
“Masyarakat Suku Bajo adalah warga kita. Orang Indonesia asli. Mereka mempunyai wilayah tapi tidak punya hak keperdataan dengan alasan mereka mendirikan rumah di atas laut,” jelasnya.
Ironisnya, dalam program transmigrasi, dimana Sultra menjadi salah satu daerah, begitu warga transmigran tiba, mereka langsung diberi hak keperdataan, diberi tanah dua hektar, dan lain-lainnya.
Oleh karena itu, salah satu tujuan pengesahan RUU Daerah Kepulauan ialah bagaimana masyarakat pesisir, masyarakat kepulauan, memiliki hak yang sama dengan mereka yang ada di daratan.
Ditegaskan Gubernur, mereka adalah garda terdepan bangsa kita. Jika sewaktu-waktu ada gangguan keamanan dan kedaulatan melalui laut, mereka adalah orang-orang pertama yang akan membela bangsa.
Terkait dengan hak keperdataan masyarakat Bajo, Gubernur menyambut baik rencana Badan Pertanahan Nasional yang akan menggelar Summit Wakatobi. Dalam forum itu akan dibahas tentang bagaimana masyarakat Bajo memiliki hak perdata yang sama dengan masyarakat daratan.
Isu-isu yang diangkat Gubernur Sultra itu mendapat respon hangat dari peserta rapat yang dihadiri para anggota DPD, DPR, para kepala daerah kepulauan baik provinsi maupun kabupaten/kota, dan aktivis mahasiswa dari sejumlah perguruan tinggi. Seusai berbicara, hadirin memberi aplaus panjang untuk Ketua BKS Provinsi Kepulauan itu.
Perlu diketahui bahwa keanggotaan BKS Provinsi Kepulauan terdiri dari delapan provinsi berciri kepulauan, dengan 86 daerah kabupaten/kota kepulauan. Di antara kabupaten/kota tersebut, terdapat beberapa yang merupakan wilayah dari provinsi non kepulauan.
Perjuangan untuk mengesahkan RUU Daerah Kepulauan sudah cukup panjang, dimulai sejak tahun 2005 silam. Tahun lalu, RUU ini masuk dalam prolegnas prioritas, namun tidak berhasil disahkan hingga selesainya masa sidang tahunan.
Pada 2021 ini, RUU tersebut kembali masuk dalam prolegnas prioritas, namun belum belum memiliki kejelasan, apakah RUU itu akan dibahas dan disahkan nantinya. Hal inilah yang melatarbelakangi digelarnya high level meeting yang digagas Gubernur Ali Mazi.(ADVENTORIAL).