Tari Lulo Sangia awali kegiatan Adat Mosehe Wonua

waktu baca 2 menit
Tari Sangia yang bawakan oleh Tujuh orang wanita dari sanggar seni Sanggoleo Foto: Dekri / triaspolitika.id

KOLAKA, TP – Sejumlah masyarakat suku Tolaki Mekongga dan Konawe menghadiri acara prosesi adat Mosehe Wonua (Pensucian negeri) di lapangan Kapita Konggoasa, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara, Kamis (19/11/2020).

Tari lulo sangia yang di peragakan oleh tujuh waipode (wanita) dari sanggar seni Sanggoleo, mengawali kegiatan prosesi adat Mosehe Wonua dan Deklarasi Tamalaki Wonua Mekongga.

Sebelum tari tersebut diperagakan oleh tujuh penari, terlebih dahulu dilakukan doa kepada penguasa alam semesta, atau tuhan yang maha kuasa, agar kegiatan tersebut mendapatkan rahmat untuk kelancaran.

Lulo Sangia adalah salah satu tari adat. Dahulu tarian ini digelar sebagai ekspresi untuk memohon kepada sang kuasa supaya para raja atau pemimpin kala itu diberikan kesehatan atau sembuh jika sedang mengalami sakit.

Tarian tersebut mengisahkan awal mula tari sangia, dimulai pada abad xvi era raja atau sangia Teporambe. Sangia Teporambe dalam menjalankan pemerintahan kerajaan Mekongga sempat mengalami sakit yang cukup lama dan tak seorangpun yang dapat menyembuhkan penyakit yang dideritanya.

Penyrahan Panji Tamalaki Wonua Mekongga diserahkan oleh Bokeo Mekongga didampingi Sekda Provinsi Sultra kepada Tamalaki Wonua Mekongga. Foto: Dekri / triaspolitika.id

Suatu ketika seorang tabib kala itu bermimpi, dalam mimpi itu bahwasanya sangia Teporambe bakal lekas sembuh jika dimandikan air laut campur air tawar dan beberapa ramuan yang diambil dari laut dan darat.

Konon, mimpi tabib tersebut kemudian diceritakan kepada seorang petua kampung yang mendiami puuehu bernama Wasasi Wasabenggali.
Wasasi Wasabenggali kemuadian melanjutkan pesan tabib itu kepada kerabat raja Teporambe.

Atas petunjuk itu, raja pun siap dimandikan. Sebagai rasa syukur, rakyat raja Teporambe mengekspresikan kegembiraan itu dengan tari sangia yang dipentaskan selama 7 hari berturut turut diantara sebelum shalat 5 waktu.

”Jadi kegiatan ini merupakan kegiatan pencucian negeri Mekongga,” ujar Abdillah Sukarkio, Ulu Sala Taawu Mekongga.

Dalam kegiatan tersebut para tamu diwajibkan untuk tetap mematuhi protokol kesehatan guna mencegah penyebaran virus corona. Kegiatan tersebut juga dibatasi. Yang hadir dalam kegiatan tersebut hanya petua adat serta pemerintah setempat.

Reporter : A. Jamal

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *